Monday, January 29, 2018

MENJEMPUTMU DI PONCOL ADALAH MIMPI BAGIKU

MENJEMPUTMU DI PONCOL ADALAH MIMPI BAGIKU


oleh:
Rezky Bagus Pambudiarso, S.Pd.
Larezza125@gmail.com || SMAN 1 Karangtengah

Hari ini tepat tanggal 27 Januari 2018 dan jam di dinding menunjukkan pukul 12.00. Kiki, seorang guru honorer di salah satu sekolah negeri di Demak dengan rambut agak klimis dan pakaian yang necis, bersiap untuk menjemput Lala, seorang apoteker cantik yang nanti akan jadi pendamping hidupnya dan kini ia bekerja di kota Tegal.

Sebulan yang lalu di Stasiun Poncol, sembari menunggu kereta Kaligung, Lala berpesan agar Kiki menjemputnya tanggal 27 Januari 2018 pukul 14.30. Kiki pun mengangguk dan mengiyakan omongan Lala. “Tapi ingat, jangan telat! Pokoknya aku enggak mau kamu telat. Kalo telat, aku bakal ngambek!” Tambah Lala. Sambil tersenyum, Kiki pun kembali mengangguk seraya memberi isyarat jikalau ia tidak akan terlambat.

Sesaat setelah memandangi jam yang tergantung di dinding itu, Kiki pun bergegas mandi. Selesai mandi dan mengeringkan tubuhnya, dipakainya kaos coklat bergambar One Piece dan celana jeans “Cardinal” yang sudah ia siapkan. Tak lupa, disemprotkannya parfum bertuliskan “Belagio” hingga seluruh ruangan pun kini ikut tercium wangi.

“Hmmmmm, wangi betul aroma parfum ini. Pasti Lala bakal suka Hehehehe.” pikirnya sambil tersenyum sendiri.

Mencium bau wangi parfum Kiki, ibunya pun langsung bertanya, “Mau kemana kamu, Ki?”

“Biasa to, Bu. Aku mau jemput calon menantumu. Hehehehe” jawab Kiki dengan nada bercanda.

Mendengar jawaban Kiki, sang ibu cuma bisa tersenyum. “Makan dulu gih, biar ndak kelaparan pas di jalan.” pinta ibu. Namun, Kiki menolak dengan alasan “sudah mepet waktunya”. Sang ibu pun hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala.

Setelah siap, Kiki pun segera mengambil kunci dan helm yang ditaruhnya di atas lemari. Secepat kilat, Ia menuju motor hitamnya yang terparkir di depan. Ia pun segera menaiki dan menstarter motor itu. Namun sayang, motornya tak kunjung menyala.

“Sial, malah enggak nyala-nyala.” gerutunya.

Dengan lagak bak montir profesional, Kiki pun mencoba mengamati kondisi mesin motornya. Dengan beribu metode yang diketahui, ia pun mencoba untuk memperbaiki motor itu. Meski metode yang ia tahu cuma “copot busi abis itu dipasang lagi”, tetapi metode itu terbukti selalu ampuh untuk membuat mesin si hitam menyala. Setelah 15 menit mengotak-atik “mesin” motornya, akhirnya Kiki pun bisa berangkat. Tak lupa ia meminta izin kepada orang tuanya.

Saat berangkat, jam berwarna emas di tangan Kiki menunjukkan pukul 13.30. “Tenang!! Masih banyak waktu, Ki!” ujarnya dalam hati. Biasanya Kiki butuh waktu 50 menit untuk sampai ke Poncol dengan kecepatan normal. Ia pun mengendarai motornya menyusuri jalan Demak-Semarang dengan kecepatan 60 km/jam. Namun sial, saat ia sudah melewati Pasar Sayung, ia melihat kondisi lalu lintas yang mulai padat dan macet.

“Cobaan apa lagi ini.” batinnya dalam hati.

Kiki pun mencoba bersikap tenang. Melihat hamparan kendaraan yang tak bergerak itu, ia pun mencoba untuk mencari jalan pintas. Digebernya si motor melewati jalan tanah yang becek karena hujan semalaman. Dengan gesit ia melewati jalan itu. Bahkan, ia pun tanpa rasa takut berkendara diantara dua truk besar yang berjalan pelan.

Empat puluh lima menit pun sudah berlalu sejak ia berangkat dan kini Kiki masih berada di perbatasan Demak. Kondisi jalanan pun tidak kunjung lancar bahkan semakin macet. Saat ia berada di trafficlight Genuk, tiba-tiba ia diminta berhenti oleh seorang laki-laki berompi hijau dengan nama Hendra di bagian dada sebelah kanannya. Kiki pun segera menepikan motornya dan bertanya-tanya mengapa ia dihentikan.

 “Selamat siang, Bapak. Maaf mengganggu kenyamanannya. Sebelumnya saya ingin bertanya. Bapak hendak kemana ya?” tanya Pak Hendra.

“Ke Stasiun Poncol, Pak. Pripun, Pak?” Jawab Kiki

Pak Hendra pun menginformasikan jika jalan Kaligawe sedang tergenang banjir dan cukup dalam. Jika Kiki nekat melewati jalan itu, ada kemungkinan mesin motornya akan mati. Pak Hendra juga menyarankan kepada Kiki untuk memilih jalan memutar melewati Jalan Wolter Monginsidi.

“Terimakasih, Pak.” ucap Kiki.

Dengan berat hati, Kiki pun mengikuti saran Pak Hendra dan membelokkan motornya menuju Jalan Wolter Monginsidi. Karena waktunya semakin mepet dan jalan yang ditempuh semakin jauh, Kiki pun memutuskan untuk menambah keceepatan motornya.

Saat sedang fokus menggeber motornya, Kiki merasa ada yang aneh dengan motornya. Laju si motor tidak stabil dan jalannya terseok-seok. Kiki pun segera menepikan motornya di dekat Perumahan Ganesha. Ia langsung mengecek kondisi si motor. Diamatinya satu persatu bagian motor itu. “Sial, ban motorku bocor” omongnya. “Padahal sebentar lagi jam seengah tiga.” tambah omongan Kiki.

Kiki pun bergegas menuntun motor hitamnya untuk mencari bengkel terdekat. Ia pun menuntun motornya cukup jauh hingga akhirnya menemukan kios tambal ban sebelum trafficlight jalan arteri Soekarno-Hatta. Kiki pun mendorong motornya secepat mungkin menuju tukang tambal ban dan segera memintanya untuk mengganti ban motornya.

“Pak, tolong ganti bannya nggih! Bannya bocor.” pinta Kiki ke tukang tambal Ban.

“Siap, Mas. Silahkan duduk dulu di sana, Mas.”

Sembari menunggu motornya diperbaiki, Kiki pun mencoba mengabari Lala. Diambilnya handphone yang ada di dalam tas. Dicarinya nomor kontak Lala. Setelah ketemu, Kiki pun langsung menelpon Lala. “Tuttt….tuutttt….tuuttt…” Begitulah suara yang terdengar dari hp Kiki. Beberapa kali ia mencoba menelpon, tetapi selalu bunyi itu yang didengar.

“Kok, ndak diangkat sih telponnya.” gerutu Kiki.

Kiki pun tak kehabisan akal. Ia pun mencoba untuk mengirimkan pesan lewat WhatsApp nya. “Dek, ini jalananne macet. Kaligawe katanya banjir makanya aku lewat Genuk. Ini motorku bannya malah bocor. Maaf ya aku jemput kamu agak telat.” Isi pesan Kiki.

Pesan itu segera dikirim ke Lala. Namun, hanya gambar single-checklist yang didapati di pojok kanan bawah private chat yang dikirimkan Kiki.

“Kok cuma centang satu sih. Apa Lala marah ya?” Pikirku

Setelah lima belas menit menunggu, akhirnya ban motor pun selesai diganti. Dipacunya segera motor itu secepat kilat menuju Poncol. Di tengah jalan saat melewati taman Bubakan, tampak ada kerumunan orang di pinggir jalan dengan dua orang yang sedang dilerai. Terlihat ada dua motor yang masih tergeletak di tengah jalan. “Sepertinya barusan ada yang senggolan motor.” batinnya. Namun, Kiki tak mempedulikan hal itu dan langsung tancap gas menuju Poncol. Dalam pikirannya hanya ada kalimat “ia harus segera sampai ke stasiun Poncol”.

Saat jarum jam di tangan Kiki sudah menunjuk angkat tiga, sebenarnya ia sudah sampai di Pasar Johar. Namun, perjalanannya harus terhenti sejenak oleh lampu merah trafficlight. Ditunggunya lampu trafficlight itu dengan rasa tidak sabar.

“Kok tumben banget sih lampu merah di sini lama banget!” batinnya.

Saat lampu sudah berganti warna, Kiki pun kembali dibuat jengkel karena angkot di depannya yang tak kunjung bergerak. Angkot itu malah “ngetem” mencari penumpang. Diklaksonnya angkot itu terus-terusan.

Saat angkot itu sudah berjalan, segera motor itu digebernya menuju jalan Imam Bonjol. Perjalanan Kiki pun kembali terhenti oleh trafficlight yang ada di depan Statiun Poncol.

Saat terhenti di trafficlight, Kiki pun segera menyalakan lampu sein kanan motornya. Saat lampu trafficlight telah berganti menjadi warna hijau, Kiki pun segera melajukan motornya dengan perlahan. Dibelokannya motor itu menuju pintu masuk stasiun.

Sesaat setelah masuk ke dalam stasiun, Kiki pun bergegas mencari tempat untuk memarkirkan motornya. Dilihatnya sekeliling dan akhirnya ia pun memutuskan untuk memarkirkan motornya di dekat tang bendera.

Setelah memarkirkan motornya, Kiki pun langsung berlari menuju peron. Di peron tampak banyak orang yang duduk santai untuk menunggu kerabat ataupun kereta mereka. Kiki pun tampak seperti orang hilang karena kebingungan mencari Lala. Ia berjalan kesana sini tetapi tetap saja tak dapat menemukan Lala. “Apa Lala sudah pulang, ya?” tanya Kiki dalam hati. “Ah, ndak mungkin. Pasti Lala masih di sekitar sini.” tambahnya sembari mencari Lala.

Setelah beberapa saat mencari, akhirnya Kiki pun bisa menemukan Lala. Ternyata Ia duduk diam di depan ruang costomer servise. Lala sebenarnya sudah melihat Kiki dari tadi namun ia tidak peduli karena ia merasa sebal karena Kiki datang terlambat.

Kiki pun segera menghampiri Lala. Saat Kiki sudah berdiri di hadapan Lala. Lala pun berpura-pura tak melihat Kiki dan lebih memilih asik bermain handphone nya. Kiki yang merasa dicuekin akhirnya menyapa Lala.

“Dek.”

“Apa!! Ini jam berapa? Kemarin kan aku udah bilang. Jemput aku jam setengah tiga. Malah sampe jam setengah empat gini. Capek tahu nunggu gini. Mending tadi aku pulang sama papa”

Mendengar ucapan Lala yang seperti itu, Kiki pun terdiam sejenak. Setelah dirasa agak tenang, Kiki pun mencoba menjelaskan kepada Lala mengapa ia terlambat. Kiki pun meminta maaf kepada Lala atas keterlambatannya itu.

Eo gitu berangkate diawalin lagi kan bisa. Biar enggak telat kayak gini. Kalo aku tadi pulang duluan gimana? Emang kamu mau? Palingan yo kamu marah.” Ucap Lala yang masih merasa sebal.

Melihat sikap Lala yang seperti itu, Kiki pun cuma bisa tersenyum. Lala pun tambah jengkel melihat sikap Kiki yang tersenyum kepadanya. “Apa senyum-senyum. Ada yang lucu apa.” Kata Lala. Saking jengkelnya, Lala pun refleks menginjak kaki Kiki. Karena begitu kerasnya injakan kaki Lala, Kiki pun berteriak mengaduh hingga ia terjatuh dari ranjang.

“Bruuuukkkkkkkk!!!!!!!!!”

Kiki pun kaget dengan apa yang terjadi. Ia pun langsung terbangun. Ternyata saat itu Kiki sedang tidur dan apa yang dialaminya hanya mimpi. “Duh, ternyata cuma mimpi.” Ucapnya.

Beberapa saat kemudian, Kiki pun mengambil hp yang ditaruhnya di meja. Dibacanya pesan Whatsapp yang ada di situ.

“Mas, jangan lupa kamu punya janji jemput aku hari ini jam setengah tiga. Jangan lupa dan jangan terlambat.”

Segera setelah membaca pesan itu, dilihatnya jam yang ada di pojok kanan atas handphone nya. Betapa kagetnya dia saat mengetahui jam sudah menunjukkan pukul dua belas siang. Kiki pun segera bersiap-siap untuk pergi menjemput Lala di Stasiun Poncol.




 == THE END ==



No comments:

Post a Comment