Saturday, January 27, 2018

PENERUSKU

PENERUSKU

Sumber: https://cdn.pixabay.com/photo/2013/05/02/17/05/weld-108585_960_720.jpg

oleh:
Rezky Bagus Pambudiarso, S.Pd.
Larezza125@gmail.com || SMAN 1 Karangtengah

Terdengar bunyi bising dari motorku. “Dot...dot...dot”, seperti itulah suara motorku saat ini. Ada kerusakan pada bagian knalpot motorku sehingga menimbulkan suara yang kurang menyenangkan. Ketika aku menyalakan motorku, banyak mata langsung memandang ke arahku. Seolah mereka berkata, “ Hai pemuda, tak bisakan kau ajari motormu untuk bernyanyi lebih merdu.” Aku merasa malu dengan kondisi itu.

Siang itu, aku putuskan untuk memperbaiki motorku di kota. Aku nyalakan motorku dan seketika langsung terdengar bunyi yang khas dari motorku itu. Aku pun langsung melesatkan motorku di aspal hitam. Banyak mata yang memandang sambil tersenyum ketika mereka berpapasan denganku. Aku tahu apa yang mereka pikirkan. Aku mengerti apa yang mereka rasakan. Tapi diriku berusaha untuk tak peduli. Aku bergegas memacu motorku sambil mencari papan bertuliskan Las Knalpot.

Sepanjang jalan, mata ini terus mencari. Berharap akan ada papan bertuliskan Las Knalpot. Namun sayang, tak kunjung juga aku menemukan papan itu. Sekalipun ada tukang las, tetapi mereka tidak menyediakan jasa las knalpot. “Sungguh hari ini aku benar-benar sial”, pikirku.

Di saat aku sudah putus asa dan ingin pulang, tak ku sangka aku malah menemukan papan bertuliskan Tukang Las Knalpot. Sebenarnya tempatnya sangat strategis yaitu di pinggir jalan raya dekat polres kota. Aku pun sudah beberapa kali melewatinya, namun karena papan namanya agak tertutup dedaunan sehingga menyulitkan aku untuk menemukan tempat itu.

Bagai menerima hadiah seratus juta, aku merasa senang sekali. Aku segera mendekati tempat itu dan menemui si tukang las. “Ada yang bisa dibantu, Mas?” tanya seorang bapak yang tiba-tiba mendekatiku dari samping. Aku masing ingat betul nama orang tersebut. Jeki, itulah nama orang yang menanyaiku. Pak Jeki adalah tukang las yang bekerja di tempat itu. “Anu, mau las knalpot”, jawabku terkaget-kaget.

Dengan wajah yang kelelahan, Pak Jeki menyuruhku untuk duduk di kursi kayu yang telah disediakan. Aku pun segera duduk sambil memandangi motorku. Terasa sangat nyaman dan sejuk ketika duduk di kursi tersebut. Maklum dari tadi aku harus berkeliling berpanas-panas ria untuk mencari tukang las knalpot. Pak Jeki pun segera menyiapkan alatnya. Dilepasnya baut satu persatu hingga kini knalpot motorku tak berbaut lagi. Setelah itu, dilepasnya knalpot motorku. Sesekali Pak Jeki harus memukul bagian knalpot untuk mempermudah melepaskan knalpot. “Sudah lama bekerja seperti ini, Pak?” tanyaku.

“Apa mas?” jawab Pak Jeki.

“Sudah lama bekerja seperti ini, Pak?” ulang pertanyaanku.

“Iya, Mas. Sudah lama, kira-kira 20 tahun”.

Setelah pertanyaan itu, kami pun saling bertanya kembali mulai dari siapa diriku sampai alasan Pak Jeki bekerja menjadi tukang las knalpot. Berbagai obrolan pun mulai bermunculan dari mulut Pak Jeki.

Pak Jeki juga bercerita bahwa sebelumnya tak ada pikiran untuk menjadi seorang tukang las. Menjadi seorang guru, itulah mimpi Pak Jeki. Katanya menjadi guru adalah tugas mulia. “Bisa buat pinter orang, Mas.” Tuturnya.

Pernah Pak Jeki menempuh bangku kuliah namun tidak sampai lulus. Baru 1 tahun mengenyam bangku kuliah, kedua orang tua Pak Jeki meninggal akibat kecelakaan. Hal itu menjadi pukulan berat bagi Pak Jeki. “Tak ada lagi dana untuk melanjutkan” katanya. Setelah kejadian itu, Pak Jeki stress dan tak punya harapan lagi. Akhirnya Pak Jeki memutuskan untuk berhenti kuliah dan bekerja seadanya.

“Waktu itu, saya diajak kerja sama orang buat ngelas” katanya.

Setelah Pak Jeki merasa bisa untuk berdiri sendiri, akhirnya Pak Jeki memutuskan untuk membuat tempat las sendiri. Agar berbeda dengan tempat las yang lain, Pak Jeki pun membuat tempat las knalpot.

“Biar beda.” pikirnya.

Sambil bercerita, Pak Jeki pun mengenakan kaca mata kitamnya. Bagaikan seorang detektif yang siap untuk menyelesaikan kasusnya. Pak Jeki pun mendekatkan alat lasnya, disulutnya ujung alat tersebut dengan korek yang telah dinyalakan tadi. Setelah itu, Pak Jeki segera mengelas bagian knalpot yang rusak. Tampak jelas percikan api dari alat lasnya. Pak Jeki tidak merasa takut dengan panasnya api dari alat las itu.

“Sudah biasa” katanya.

Tanpa sadar, knalpot sudah selesai dilas. Setelah itu, dicelupkannya bagian yang dilas tadi ke dalam ember berisikan air. Setelah beberapa saat, Pak Jeki pun memasang knalpot ke motor. Diambilnya baut yang berserakan dan dipasangnya kembali. Setelah selesai terpasang, Pak Jeki menyuruhku untuk menyalakan motor. “Sudah tidak ada berisik lagi, Pak.” Pak Jeki pun hanya tersenyum ketika mendengar perkataanku.

Setelah membayarkan upah, aku pun bersiap untuk pulang. Aku pakai helm yang sedari tadi ada di sampingku. Saat aku hendak pulang, ada sebuah mobil yang menepi ke arah tempat las Pak Jeki. “Siapa itu, Pak?” tanyaku.

“Penerusku”

Sebelum kami berpisah, Pak Jeki mengatakan bahwa tak masalah mimpinya berakhir di sebuah tempat las knalpot. Tapi, Pak Jeki tak akan membiarkan mimpi anaknya berakhir sama seperti dirinya. Anak Pak Jeki adalah seorang dosen di sebuah universitas ternama di kota itu. Saat menceritakan hal tersebut, sangat tampak wajah puas dari seorang ayah ketika melihat anaknya menjadi seorang yang berhasil. “Hebat benar, Pak Jeki.” Pikirku.

Hari itu, aku belajar banyak dari seorang Pak Jeki. Meski dirinya hanya seorang tukang las knalpot, dia tidak pernah menyerah untuk mewujudkan mimpi anaknya. “Sungguh, hari ini aku belajar banyak darimu Pak Jeki.”



 == THE END ==





No comments:

Post a Comment